Susu Dari Tongkol Jagung dan Tempe Kedelai
Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu bahan makanan pokok yang memiliki kedudukan penting setelah beras bagi masyarakat Indonesia. Banyaknya jagung yang dikonsumsi menyebabkan bertambahnya limbah tongkol jagung yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Selama ini, masyarakat cenderung memanfaatkan limbah tongkol jagung sebagai bahan bakar, atau pakan ternak sehingga terkesan terbuang percuma.
Untuk mengurangi volume limbah tongkol jagung dan meningkatkan nilai tambahnya, maka mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY yaitu Etifebriani, Lulik Ahmad Azhar, Leni Fauzy, Elsa Nidya Hardyanti dengan pembimbing Dr. Das Salirawati, M.Si menjadikannya sebagai penstabil/emulsifier karena tongkol jagung kaya akan selulosa.
Ketua tim, Eti menjelaskan, susu jagung merupakan salah satu bentuk produk inovasi pengolahan jagung untuk meningkatkan nilai ekonomis buah jagung. Jagung mempunyai kandungan karbohidrat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin, dimana pada jagung diketahui mengandung amilopektin lebih rendah tetapi mengalami peningkatan fitoglikogen dan sukrosa, sehingga rasanya lebih manis. Sedangkan kandungan serat kasar (hemiselulosa, selulosa dan lignin) pada tongkol jagung tergolong tinggi, yaitu 38%, 41% dan 6%
Pembuatan susu jagung, lanjut Eti, tidak memerlukan gula sebagai pemanis, karena jagung sudah mempunyai rasa manis yang tinggi. Permasalahan yang terjadi adalah kandungan protein jagung lebih rendah daripada kedelai, hal ini salah satunya dapat diatasi dengan pengayaan protein menggunakan tempe kedelai dengan penstabil karboksimetil selulosa dari tongkol jagung.
Tahap penelitian yaitu isolasi selulosa, sintesis karboksimetil selulosa, karakterisasi penstabil karboksimetil selulosa dari tongkol jagung, pembuatan susu jagung, pengayaan protein pada susu jagung dengan penambahan tempe kedelai menggunakan penstabil karboksimetil selulosa dari tongkol jagung, karakterisasi susu jagung (uji protein),
Dijelaskan, pembuatan susu jagung menggunakan 3 kg jagung manis menghasilkan 1 kg jagung pipilan setelah dimasak setengah matang, dan setelah diolah menghasilkan 3 L susu jagung. Pembuatan susu jagung tanpa menggunakan gula, tetapi tetap memiliki rasa manis. Warna susu jagung bewarna kuning dan berbau jagung rebus. Setelah dilakukan pengayaan protein pada susu jagung dengan penambahan Karboksimetil Selulosa, emulsi pada susu jagung tidak pecah, sedangkan pada pengayaan protein tanpa penambahan Karboksimetil Selulosa emulsinya pecah dan teksturnya tidak menarik.
“Kualitas susu jagung ini diuji karakteristik fisiknya seperti rasa, warna, dan bau. Uji kimia antara lain uji gugus molekul karboksimetil selulosa (CMC) dengan FTIR dan uji protein pada susu jagung sebelum dan sesudah pengayaan protein,” ungkapnya.
Pada proses pengayaan protein digunakan tempe kedelai sebagai sumber tambahan protein pada susu jagung dengan penambahan CMC, diharapkan CMC dapat menghomogenkan campuran susu jagung dan tempe tersebut sehingga tekstur susu tetap menarik. Pada penelitian ini ditambahkan tempe kedelai dengan variasi konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10%, sedangkan CMC yang ditambahkan tetap, yaitu 0,2%.
Diterangkan, setelah dilakukan uji, jumlah protein pada susu jagung bertambah, semakin banyak tempe yang ditambahkan dalam susu jagung, maka kandungan proteinnya juga semakin bertambah. Penambahan tempe dibatasi sampai kadar 10% dikarenakan jika kadar tempe melebihi 10% maka rasa pada susu jagung tidak lagi dominan, tetapi rasa tempe yang menjadi dominan. Setelah dilakukan pengayaan protein, maka komposisi yang paling efektif yaitu, pada penambahan 0,2 g karboksimetil selulosa dan 10 g tempe kedelai,
“Kandungan protein pada susu jagung yang tadinya 1,8% (1,8 g/ 100 g susu jagung) menjadi 2,9% (2,9 g/ 100 g susu jagung) yang mendekati nilai protein susu sapi 3,2% (3,2 g/ 100 g susu sapi) dan mendekati pula protein susu kedelai yakni 3,5% (3,5 g/ 100 g susu kedelai). Protein yang ditambahkan relatif baik, karena berasal dari bahan nabati yang mudah dicerna oleh tubuh,” tambah Eti. (witono N)