BIOPLASGA: BIOPLASTIK SELULOSA RUMPUT GAJAH
Mahasiswa FMIPA berhasil membuat inovasi yaitu membuat BIOPLASGA: Bioplastik Selulosa Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum) Dengan Penambahan Kitosan Dan Minyak Biji Jarak Sebagai Pemlastik. Mahasiswa penelitian pada Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian ini yaitu Hestiana (Pendidikan IPA), Mahclisatul Qolbiyah, Yashinta Devi (Kimia) dengan dosen pembimbing Dr. Eli Rohaeti, M.Si.
Hastiana menerangkan bahwa Sejauh ini rumput gajah hanya digunakan sebagai makanan ternak sapi, bahkan terkadang hanya dianggap sebagai tanaman pengganggu. mengandung selulosa 32,4% dan lignin 12,6%. Kandungan selulosa yang cukup tinggi dan lignin yang relatif rendah tersebut, menjadikan rumput gajah berpotensi sebagai bahan baku bioplastik.
Sementara itu, Lebih dari satu juta kantong plastik digunakan setiap menitnya, dan 50% darinya hanya sekali pakai. Semakin banyak yang menggunakan plastik, maka akan semakin meningkat pula pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, dikembangkanlah bahan plastik biodegradabel (bioplastik). Plastik jenis ini dapat terurai secara alami menjadi senyawa yang ramah lingkungan.
“Hal itulah yang membuat kami melakukan penelitian ini. Prosedur penelitian yang kami lakukan yaitu sintesis bioplastik selulosa rumput gajah dilakukan dengan mengeringkan dan menghaluskan rumput gajah kemudian diisolasi selulosanya dengan cara delignifikasi. Hasil isolasi selulosa tersebut ditambahkan dengan kitosan (1%, 2%, 3%, 4%, 5%) dan minyak biji jarak. Kemudian dituang ke dalam cetakan dan dikeringkan. Selanjutnya dikarakterisasi meliputi gugus fungsi, morfologi permukaan, kristalinitas, sifat mekanik serta sifat biodegradasi bioplastik”, terang Hestiana.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, lanjutnya, hasil isolasi selulosa berwarna putih, tidak berbau dan berbentuk serbuk. Adapun hasil sintesis bioplastik pada sampel 1%, 2%, 3%, 4% dan 5% berbentuk lembaran berwarna coklat, berbau tajam, dan memiliki tekstur permukaan atas lebih halus daripada permukaan bawah. Sedangkan sampel kitosan 0% tidak terbentuk lembaran melainkan hanya seperti gel berminyak sehingga hanya bisa diuji gugus fungsi.
Pada sampel 1%, bentuk lembaran lebih rapuh. Pada Analisa gugus fungsi, daerah peak O-H pada sampel kitosan 0% lebih lebar dibandingkan sampel bioplastik dengan konsentrasi kitosan 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%. Hal ini dikarenakan dengan adanya penambahan kitosan, gugus O-H tersebut berikatan dengan gugus N-H pada kitosan. Adapun sampel kitosan 2% memiliki puncak serapan yang paling tajam. Perbedaan lain terlihat pada daerah serapan C-O glikosidik, dimana sampel kitosan 0% hanya terjadi 1 peak sedangkan pada sampel konsentrasi kitosan 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% terjadi 2 peak, hal ini menunjukkan adanya deformasi pada selulosa setelah ditambahkan dengan kitosan.
Pada analisis sifat mekanik, sampel bioplastik kitosan 4% memiliki kuat tarik, elongasi dan modulus Young paling besar yaitu 0,8347 MPa, 7,4176% dan 11,2529 MPa. Semakin besar konsentrasi kitosan akan semakin besar juga sifat mekaniknya. Akan tetapi peningkatan tersebut akan berlaku selama masih terbentuk interaksi rantai polimer. Pada analisis sifat biodegradasi, persen dan laju kehilangan massa tertinggi ada pada sampel bioplastik kitosan 1% yaitu 24,33% dan 0,015 g/hari. Semakin besar konsentrasi kitosan maka semakin sulit bioplastik terdegradasi karena kitosan bersifat antimikrobakterial.
“Dari uji analisis mekanik tersebut hasilnya sampel bioplastik kitosan 4% yang paling bagus hasilnya”, tambahnya. (witono)